Pada kajian Kitab Bayanullah tanggal 14 Agustus 2016 / 11 Dzulqaidah 1437H, Mursyid Akmaliah pernah menjelaskan bawah “seorang salikin atau seorang pejalan yang sedang menuju kepada Allah SWT jika tidak mempunyai seorang mursyid maka tidak akan sampai kepada Allah SWT. Itu sudah menjadi tradisi ruhaniah dan menjadi kata pasti dan itulah yang diisyaratkan dalam firman Allah SWT yang menyatakan,
اِبْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ
Ibtagū ilaihil-wasīlah
carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya (QS. Al-Maidah ayat 35)
Cari kamu wasilah atau rangkaian atau runutannya. Kalau puzzle itu bagaimana kita bisa merangkai puzzle hingga membentuk satu bentuk dimana bentuk itu yang dikehendaki oleh yang membuatnya. Kata wasilah disini pula yang harus diketahui bahwa tidak berarti wasilah itu sebatas pada orang-orang yang sudah meninggal dunia, artinya yang orang-orang yang jasadnya sudah tidak ada. Wasilah yang paling baik bagi anak ialah kedua orang tuanya. Wasilah bagi murid yang paling baik ialah mursyidnya atau gurunya. Adapun rangkaian berikut wasilah-wasilah adalah sebagai runutan dimana runutan wasilah kita sampai kepada Syekh Junaidi al-Baghdadi dan kepada Rasulullah SAW”.
Puncak sanad keilmuan Syaikhana Cyech Maulana Hizboel Wathony ialah kepada Rasulullah SAW. Namun, dalam perjalanannya mencapai maqam baqa, beliau sempat belajar baik kepada guru lahiriah maupun dalam bimbingan mursyid ghaib. Secara lahiriah, beliau mendapatkan pengajaran syariat fiqih dari Syaikh Abdul Halim dan juga Kyai Suryani yang merupakan murid sekaligus menantu Mbah Kyai Ibrahim. Beliau pernah ditawari oleh Syaikh Abdul Halim ilmu yang diambilnya dari Syaikh Mu’allim Shohibi yaitu ilmu galur, jaya kusuma, sang bima sakti namun Syaikhana Cyech Maulana Hizboel Wathony menolaknya bahkan beliau sengaja bertanya kepada Syaikh Abdul Halim “apakah Al-Quran tidak lebih istimewa dari semua ilmu tersebut?” Syaikh Abdul Halim terdiam lama dan hanya berkata “kamu lebih tahu dari semua yang tahu”.
Dalam hal tauhid dan hakekat, beliau mendapatkan bimbingan langsung secara ruhaniah dari Syaikh Mu’allim Shohibi, Syaikh Eyang Santri Al-Jawi (Kyai Mohammad Santri), Syaikh Sirri Ibrahim Al-Ghaib dan 3 mursyid ghaib lainnya yakni Syaikh `Arif Billah, Syaikh Wali Al-Ghuyub, Syaikh Mursyid Ridho yang ketiga nama itu sebenarnya tidak ingin dimasukkan ke dalam silsilah Thariqah Khalwatiyah Akmaliah namun karena Syaikhana Cyech Maulana Hizboel Wathony yang memintanya, mau tidak mau ketiga mursyid ghaib tersebut bersedia diletakkan di dalam silsilah Thariqah Khalwatiyah Akmaliah dan mereka lah yang selalu berdiskusi dengan Syaikhana Cyech Maulana Hizboel Wathony.
Silsilah Thariqah Khalwatiyah Akmaliah mutlak mu’tabaroh. Mursyid Akmaliah menjelaskan di dalam sesi tanya jawab group PAS AHPA, Selasa, 3 Mei 2016, bahwa “semua thariqah yang berpegang kalimat TAUHID dalam zikirannya itu pada dasarnya MU’TABAROH. Jadi, ciri yang dinyatakan MU’TABAROH ‘INDA RUHANI itu yang memakai zikir lisan dengan kalimat LAA ILAAHA ILLA ALLAH dan zikir QOLBI dengan kalimat ITSBAT yaitu ALLAH ALLAH ALLAH. Thariqah yang tidak mu’tabaroh (ghoirul muktabaroh) ialah yang zikirnya aneh-aneh dan keluar dari apa yang dicontohkan Rasulullah SAW”.
Di lain kesempatan pada saat tanya nawab group PAS Munassiq, Jumat, 7 Desember 2018/29 Rabi’ul Awal 1440H, Mursyid Akmaliah juga menjelaskan bahwa mu’tabaroh indallah ialah saat dirimu selalu dengan mursyidmu dan juga istiqamah mengamalkan apa yang diperintahkannya.
Sebelum wafat, Mursyid Akmaliah telah membuat silsilah Thariqah Khalwatiyah Akmaliah pada tahun 2016 dimana nama penerusnya, Gus Haqqo Sabahtulloh, masuk di dalam urutan ke 47 silsilah Thariqah Khalwatiyah Akmaliah.