KULTUM PENDAR HIKMAH

HAKIKAT HAWALAH

Oleh : CM. Hizboel Wathony
Ahad, 17 Februari 2019 / 11 Jumadits Tsani 1440 Hijriyah

“Hakikatnya semua manusia itu adalah HAWALAH yakni tidak ada kekuasaan apapun karena semua kekuasaan hanya ada pada Allah”.


Anak-anakku sekalian,
Mari kita lanjutkan pembahasan mengenai takdir kehidupan bahwa kita ini adalah mahluk yang telah membawa paket takdir hidupnya seperti pada episode yang lau telah dijelaskan empat ketetapan Allah SWT yang jelas ialah seperti rizki, ajal, amal dan hidup menderita atau bahagia. Rizki sudah jelas, ajal itu adalah pasti karena setiap manusia pasti akan menermui ajalnya. Dalam hidup ini tidak lepas dari amal perbuatan yang dikhendaki amal disini ialah perbuatan bukan sebatas amal ibadah bukan sebatas ibadah ritual dan sosial tetapi amal dalam arti perbuatan, gerakan manusia bahwa gerakan amal perbuatan manusia telah ditetapkan Allah SWT pula dan inipun ada di dalam firman Allah SWT:

‫وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ‬
‫Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. (QS.Ash-Shaffat ayat 96)‬

Jadi semuanya Allah SWT yang menciptakan, berarti pada hakekatnya semua perbuatan yang kita lakukan telah ditulis dan ditetapkan oleh Allah SWT. Kemudian jangan bertanya perbuatan baik dan buruk karena hakekat perbuatan itu kembali kepada Allah SWT dan ini pada prinsip tauhid dan hakekat dalam akidah Ahli Sunnah Wal Jamaah menyatakan bahwa tidak ada yang kuasa, tidak ada yang berkehendak, tidak ada yang mengetahui, tidak ada yang hidup, tidak ada yang mendengar, tidak ada yang melihat dan berkata kata semua itu hakekatnya kembali kepada sifat-sifat Allah SWT yang berarti kembali kepada ketetapan Allah SWT itulah yang dikehedaki. Berarti hakekatnya manusia itu Laa Hawla Wa Laa Quwwata Illa Billahil Aliyyil ‘Azhim yaitu Tidak ada daya dan upaya kecuali daya dan upaya Allah SWT. Hawalah yang berarti pula dalam arti ketiadaan daya kita. Kalau kita renungkan baik baik HAUL dan HUWA, Tidak ada daya yang berarti tidak ada daya kekuatan untuk keluar dari segala bentuk persoalan persoalan. Artinya kita tidak ada daya untuk keluar dari kemaksiatan atau menghalangi kemaksiatan dan tiada kekuatan kita untuk melakukan segala bentuk kebaikan dan ibadah apapun kecuali dengan daya dan upaya Allah SWT yang berarti daya dan upaya itu kembali kepada Allah SWT. Tidak ada satupun manusia yang mempunyai daya dan upaya, hanya Allah SWT. Mari kita kembali mendengarkan azan saat muadzin mengumandangkan :

حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
Marilah Sholat
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
Marilah menuju kemenangan

Kemudian kita menjawab “Laa Hawla wa laa quwwata illa billahil aliyyil ‘azhim” yang berarti saat kita diajak “hayuk kita shalat dan mari menuju kemenangan” kita tiada daya dan upaya karena memang daya dan upaya itu hanya Allah SWT yang punya. Andai saja kita memahami daya dan upaya yang membutuhkan energi dan kekuatan termasuk pikiran sementara daya energi itu dari ruh dan ruh itu urusan tuhanku.

Maka dari itu akhirnya daya dan upaya itu kembali kepada Allah SWT, tidak kepada hamba. Dalam hadis pun menyatakan :

“Tidak ada di alam semesta ini satu zarrah pun bergerak tanpa izin-Nya”

Bukan izin atau kekuatan manusia, bukan seperti mereka yang menganggap alam semesta ini terjadi sesuai dengan kehendak alam atau ekosistem yang itu semua merupakan anggapan dan pikiran mereka semua dan tidak seperti ini karena alam semesta ini penciptaan Allah SWT yang tentu saja atas izin Allah SWT dan gerakannya pun atas izin Allah SWT makanya semua terakit erat satu dengan lainnya termasuk kedalam diri manusia. Di dalam diri manusia ada keterkaitan erat dengan sesuatu diluar diri contohnya getaran hati kita begitu bergetar saat melihat sesuatu yang ada di luar diri baik dalam arti sedih maupun bahagia. Intiya sesuatu apapun yang ada di luar diri kita akan masuk ke dalam diri sebagai chemistry yang menustrisi dalam bentuk apa saja semua itu dari Allah SWT oleh karenanya seorang akan menjadi menderita karena sikap pandang hidupnya yang terekam dalam jiwanya. Orang menjadi bahagia juga karena sikap pandang yang ada dalam dirinya sesuai dengan ilmu dan pengetahuannya. Apabila seseorang pandai mengatur diri dan menata diri dengan ilmu yang baik dan benar tentu ia akan menghadapi kehidupan dengan aman dan nyaman bahkan kebahagian selalu meliputinya. Namun apabila orang itu tidak bisa menata diri, sempit cara pandangnya sempit cara sikap pandang hidupnya tentu saja akan menjadi penderitaan hidup yang ada di dalam dirinya sendiri.

Oleh karenaya kembalikan semua kepada Allah SWT, hiduplah semeleh terhadap Allah SWT yang berarti qona’ah, tawakal, bersyukur kepada Allah SWT maka takdir kebahagia maupun penderitaan sampai kedalam dirinya yang berarti takdir kehidupan yang ada dalam dirinya meliputi ke dalam dirinya dan selama hidup di dunia ini. Oleh karenanya itu penderitaan maupun bahagia itu terletak pada hati dan jiwa kita bukan diluar diri kita. Di luar diri itu hanya sebagai piranti dan pelengkap saja. Hakekatnya bahagia menderita itu ada dalam diri kita. Oleh karenanya sikapi hidup dengan baik dan benar, pandang hidup ini dengan baik dan benar, syukuri hidup ini dengan baik dan benar terhadap dan hanya kepada Allah SWT kita bersyukur. Dengan demikian kita akan menerima apa saja yang Allah SWT turunkan dengan takdir Allah SWT yang ada dalam diri kita dengen qona’ah, tawakal, syukur kepada Allah SWT bahkan kita ridho terhadap apa yang Allah SWT tetapkan. Apabila kita ridho kepada Allah SWT maka Allah SWT pun akan ridho kepada kita.

Insya Allah, kita diberikan keistimewaan berlimpah rizki dari Allah SWT dalam amal ibadah yang baik dan masuk pada husnul khotimah dan mendapatkan takdir kebahagiaan selalu di dalam diri kita, amin ya robbal ‘alamin.