KULTUM PENDAR HIKMAH

RUH IBADAH IALAH IKHLAS

Oleh : CM. Hizboel Wathony
Selasa, 05 Juni 2018 / 20 Ramadhan 1439 Hijriyah

“Semua amal ibadah apapun akan hidup bila di dalamnya ada niatan Ikhlas. Oleh karenannya, ikhlas itu menjadi ruh amal ibadah seseorang, amal ibadah yang tidak ikhlas itu bagai jasmani yang tidak mempunyai ruh yang berarti sama saja mayat”. 

Anak-anakku sekalian,

Kembali lagi kita memang harus banyak bersyukur kepada Allah SWT dimana kita selalu diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk mensyukuri nikmat-nikmat yang berlimpah. Kita harus memahami betul tentang apa yang kita lakukan teristimewa pada amal ibadah kita. Ibadah tanpa keikhlasan bagaikan jasmaniah/jasad tanpa ruh. Jika sudah disebut jasad tanpa ruh maka sama dengan mayat yang tentu saja tidak ada manfaat dan artinya. Orang istimewa dan disanjung tatkala hidupnya, orang dikatakan mulya, tampan, cantik, indah itu saat hidupnya. Jika mati maka tidak ada artinya. Bagaimana dengan amal ibadah yang mati? Bagaimana dengan pengabdian yang mati? Jika disebut pengabdian yang mati yang berarti ibadah yang tidak ber-ruh yaitu ikhlas. Mungkin kalau kita mau membahas tentang ikhlas ialah bertigkat tingkat, ada ikhlasnya orang-orang yang sholih, ikhlasnya orang-orang abror (muttawasith), ikhlasnya orang-orang yang istimewa dan banyak lagi. Jika kita buat perumpamaan maka sebut saja ikhlas itu menjadi 3 tingkatan, yaitu :
PERTAMA : Ikhlasnya seperti seorang pegawai, buruh atau budak yang tidak ada harapan apapun kecuali gaji dan kesejaheraan.
KEDUA : Ikhasnya seperti anak-anak terhadap kedua orang tuanya. Disitu ada satu keinginan untuk mendapatkan cinta kasih atau mungkin boleh disebut ingin diperhatikan, disayang, dicintai dan ini ikhlasnya seorang anak terhadap kedua orang tuanya.
KETIGA : Ikhlasnya bagai mayit dihadapan amilnya. Jika berbicara ikhlas semacam ini kita bisa melihat mayat dimana ia tidak protes dimandikan dengan air apapun baik panas, dingin, termasuk saat dikafani dan dishalati hingga dimakamkan. Tidak ada protes sedikitpun. Itulah hamba yang ikhlas yang mencapai derajat yang istimewa.

Berarti yang dikehendaki dan dimaksud disini ialah jika orang beribadah mengharapkan surga tetap ikhlas namun ini derajat yang pertama. Jika ia ingin mengharapkan cinta kasih Allah SWT pun ikhlas namun dalam derajat kedua/muttawasith. Jangan kemudian diukur langsung pada tingkatan ketiga yaitu dimana memasrahkan semuanya kepada Allah SWT dan tidak mengharapkan sesuatu apapun karena ini derajat para Aulia, Anbiya, Arifin Billah. Paling tidak cukuplah sebagai muttawasith yaitu mengharap cinta kasih Allah SWT. Jangan terlalu rendah seperti budak atau pegawai yang mengharap surga Allah SWT dan takut akan sisksa-Nya.

Anak-anakku semuanya, selamat berbuka puasa semoga Allah SWT melimpahkan anugarah ikhlas kepada kita dalam melaksanakan ibadah.