KULTUM PENDAR HIKMAH

HAKIKAT IMAN, ISLAM DAN IHSAN

Oleh : CM. Hizboel Wathony
Ahad, 10 Juni 2018 / 25 Ramadhan 1439 Hijriyah

“Orang yang telah mencapai hakikat Iman tidak kuasa berpaling dari amal, Orang yang telah mencapai hakikat Islam tidak kuasa berhenti dari amal dan orang yang telah mencapai hakikat Ihsan tidak kuasa berpaling kepada seorang juapun selain Allah”.


Anak-anakku semuanya,

Yang perlu kita syukuri terhadap Allah SWT ialah nikmat yang istimewa yaitu nikmat Iman dan islam. Nikmat iman dan islam itu tidak ada taranya karena iman itu tertanam di dalam hati. Dalam hal ini peru kita renungkan bahwa iman yang menjadi anugerah dari Allah SWT, Islam sebagai anugerah dari Allah SWT, nikmat yang besar. Dua nikmat yang tiada taranya yang harus kita syukuri. Namun banyak orang yang tidak memahami iman yang ada dalam diri padahal kalau seseorang sudah sampai pada hakekat iman niscaya ia tidak akan kuasa berpaling dari amal. Artinya orang yang beriman takkan mampu dan takkan kuasa berpaling dari amal apalagi berhenti. Maksudnya orang yang beriman dan imannya mencahayai kehidupannya itu sullt sekali berpaling dari amal ibadah dan amal kebaikan apapun. Berselingkuh dari amal tidak akan bisa dan itulah iman yang sudah menjadi jati diri seseorang dan disebut hakekat iman. Berbeda dengan orang yang sudah mencapai hakekat islam dimana orang tersebut tidak akan kuasa, tidak akan mampu berhenti dari amal. Bedakan antara hakekat iman dan hakekat islam yaitu jika sudah sampai pada hakekat iman maka ia tidak kuasa berpaling dari amal dan apabila sudah sampai pada hakekat islam ia tidak kuasa berhenti dari amal. Jadi orang yag benar-benar Islam ialah tidak kuasa berhenti dari amal kebaikan baik dalam bentuk ibadah ritual maupun ibadah sosial. Bagaimana mungkin ada orang yang menyatakan dirinya islam sampai mengatakan “saksikan aku ini orang islam” namun nyatanya ia mudah berhenti dari amal ibadah dan amal kebaikan, amal ibadah yang disebut ibadah ritual dan ibadah sosial/muamalah. Orang yang telah mencapai hakekat ihsan itu tidak kuasa berpaling pada seorang juapun, maksudnya ialah tidak kuasa berpaling dari Allah SWT kepada sesuatu yang lain karena hakekatnya sesuatu selain dari Allah SWT itu fana atau tidak ada, yang ada hanya Allah SWT dan itulah orang-orang yang sudah sampai pada hakekat Ihsan. Oleh karenanya saat Rasulullah SAW ditanya oleh Malaikat Jibril yang menyerupai  seorang pemuda di hadapannya :
Ia (Jibril) bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang ihsan.” Rasulullah SAW menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sekiranya engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Jika tidak bisa melihat tuhannya maka percaya yakini bahwa Allah SWT memperhatikan dan nmelihat dirinya dalam segala lini kehidupan. Jadi Allah SWT tau dan faham. Andai saja setiap orang telah sampai pada hakekat ihsan dan sadar akan keihsanannya niscaya ia tidak akan melakukan perbuatan perbuatan yang nista. Bagiaman mungkin ia melakukan perbuatan nista karena Allah SWT selalu mengawasinya dan sadar betul bahwa Allah SWT memperhatikannya dan itulah orang yang akan mencapai derajat takwa karena hakekat takwa ialah kesadaran seseorang di dalam kehidupannya di situasi apapun dan tempat manapun bahwa Allah SWT hadir dan ada di antaranya dan memperhatikan serta mengetahuinya dengan jelas dan dengan baik. Allah SWT itu megetahui lebih dari segalanya, jika diumpamakan semut hitam berjalan di atas batu hitam di dalam gelap gulita maka Allah SWT pun tau. Itulah pengetahuan dan penglihatan Allah SWT.