KULTUM PENDAR HIKMAH

HAKIKAT MENGHADAP ALLAH

Oleh : CM. Hizboel Wathony
Ahad, 30 Desember 2018 / 21 Rabi'ul Tsani 1440 Hijriyah

“Menghadap kepada Allah berarti menyerahkan diri sepenuhnya hanya pada Allah seperti dalam doa iftitah yang menyatakan bahwa "sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku milik Allah Tuhan Semesta Allah."


Anak anakku semuanya,

Mari kita kembali lagi bersyukur kepada Allah SWT. Tidak ada kata lain selain “alhamdulillah” atas segala anugerah yang berlimpah pada diri kita dimana kita diberikan kesehatan dan berbagai macam anugerah lainnya yang sulit untuk kita ukur.

Anak anakku semuanya,

Kembali lagi kita membahas kelanjutan dari episode lalu bahwa kita sedang membahas tentang makna dan kedalaman shalat di dalam penerapan sehari hari. Untuk mengerti dan memahami tentang :

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. (QS. Al Ankabut ayat 45)

Sebagaimana yang yang kita saksiskan dan lihat ternyata dikehidupan sehari hari banyak orang yang mengerjakan shalat tetapi tetap berbuat keji dan mungkar, lalu dimana kesahalannya? Oleh karenanya mari kita kaji apakah makna shalat yang sebenarnya. Shalat itu sendiri disebut :

“Shalat itu mikrajnya orang mukmin”

Mikraj berarti naik. Naik disini boleh dalam arti naik derajatnya, kualitasnya, martabatnya dan berbagai makna naik dalam bentuk kiasan atau metafor. Pada episode lalu telah dibahs mengenai takbir dimana kita berdiri dan takbir kemudian makna takbir itu ialah menyerahkan diri kepada Allah SWT. Setelah takbir, kemudian kita membaca surat Al Fatihah yang sebelumnya kita disunnahkan membaca doa iftitah. Jika kita telusuri lagi di dalam doa iftitah yang mana di dalam doa iftitah jika dijadikan doa dan janji kita kepada Allah SWT yakni :

‎إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. Al An’am ayat 162).

Berarti dalam kondisi kita berdiri, kita membaca doa iftitah, yang berarti kondisi kita masih wudhu, masih sehat, masih kuat, ingat, bahwa semua itu milik Allah SWT. Kekuatan kita milik Allah SWT, derajat kita milik Allah SWT, keistimewaan kita milik Allah SWT, jabatan kita milik Allah SWT, semua milik Allah SWT yang intinya diamanahkan kepada kita. Bukan berarti milik kita yang kemudian menjadi aji mumpung. Ingat baik baik bahwa kita konsisten dengan bacaan kita :

‎إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. Al An’am ayat 162).

Yang berarti kita sudah menyerahkan sepenuhnya hanya kepada Allah SWT dalam shalat kita yang mewakili ibadah ibadah ritual, dalam ibadah yang disebut nusuq yaitu ibadah pengorbanan yang terkait dengan kehidupan sosial, kita berkorban dengan orang yang kita cintai, kita berkorban dengan masyarakat, kita berkorban demi kebaikan umum dan lain sebagainya dengan simbol ibadah nusuq (berkorban). Maka semuanya adalah milik Allah SWT, dengan kata lain saat kita bisa menolong orang lain itu karena Allah SWT, pada saat kita bisa mengangkat seseorang dari keterpurukan itu hakekatnya yang menolong Allah SWT, pada saat kita bisa memberikan apa saja kepada siapa saja itu hakekatnya dari Allah SWT karena hidup kita pun milik Allah SWT. Jangankan hidupnya, matinya pun milik Allah SWT. Lalu mana yang menjadi milik kita? Hakekatnya tidak ada. Maka dari itu, semua milik Allahu Robbul ‘Alamin, tuhan semesta alam. Jadi,

اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْااَرْضَ
"Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi"

Aku hadapkan diriku kepada zat diri wujud yang punya langit dan bumi yang memiliki alam semesta ini dan aku bukan golongan orang orang musyrik yang menyekutukan Allah SWT. Seraya kita berdoa pula” ya Allah SWT janganlah engkau jadikan kami orang orang yang menyekutukan-Mu, orang orang yang berani mensejajarkan sesuatu dengan diri-Mu” naudzubillahi min dzalik. Ini contoh bahwa dalam kehidupan kita pun harus selalu melihat memandang hanya kepada Allah SWT. Aku hadapkan diriku kepada zat yang menciptakan langit dan bumi dan seisinya. Jangan sampai kita golongan orang orang yang musyrik. Penyerahan semacam ini gaeus dalam kehidupan sehari hari bahwa usaha kota, ikhtiar kita pencapaian kita itu semua adalah milik Allah SWT karena pada hakekatnya saat kita berjalan kemana sjaa kita dihadapkan dengan Allah SWT, kita dihdapkan pada diri-Nya yakni terasa atau tidak, terlihat atau tidak karen Allah SWT selalu beserta kita, DIA menyatakan :

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ
"Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada."

Yang berarti benar, aku hadapkan diriku pada tuhan semesta alam, diri tuhan yang memiliki langit dan bumi, diri tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi dan seterusnya. Yang berarti benar “Dia beserta kamu dimana saja kamu berada”. Jadi dalam usaha kita dan apa saja yang kita lakukan Allah SWT selalu beserta kita. Apabila selalu ingat kepada Allah SWT niscaya kita tidak akan melakukan yang nista nista. Inilah yang kami kehendaki dari makna takbir, kemudian membaca doa iftitah dan selanjutnya membaca surat Al Fatihah.