KULTUM PENDAR HIKMAH

MUHASABAH DAN MEMAAFKAN

Oleh : CM. Hizboel Wathony
Ahad, 14 Oktober 2018 / 3 Shafar 1440 Hijriyah

“Muhasabah alias introspeksi atau mawas diri itu sangat penting agar tidak mudah terbentuk sifat apriori pada seseorang atau suatu peristiwa. Dengan muhasabah seseorang dapat mudah memaafkan kesalahan orang lain, karena merasa diri juga sering berbuat salah yang butuh mendapatkan maaf dari orang lain, terlebih lagi memahami bahwa Allah Maha Memaafkan segala selahan hamba-Nya, yang penting tidak berbuat syirik kepada-Nya.”


Anak-anakku semuanya,

Rasayanya kita sebagai manusia harus banyak intropeksi ke dalam diri sebagai hamba Allah SWT yang harus banyak muhasabah yakni “hitung hitung dirimu sebelum kamu dihisab oleh Allah SWT”. Maksudnya ialah dimana kita harus lebih banyak masuk ke dalam diri kita. Contohnya kita sibuk memperhatikan kekurangan diri kita bukan sibuk memperhatikan kekurangan orang lain. Kebanyakan kita sibuk melihat kekurangan orang lain. Mungkin kalau dijaman sekarang ada istilah “kepo” yaitu ingin tau sekali kehidupan dan kekurangan orang lain. Boleh jika ingin tau namun bukan dalam arti negatif yang akhirnya dihembuskan ke orang lain menjadi fitnah. Seharusnya kita masuk ke dalam diri kita tentang kekurangan yang ada dalam diri kita, kita hitung, kita muhasabah karena hakekatnya manusia itu banyak kekurangan, tidak ada manusia yang sempurna kecuali memang yang dikhususkan oleh Allah SWT yang dimaksumkan seperti Rasulullah SAW. Bagi manusia biasa tentu saja banyak kekurangannya. Jika kita sudah sadar banyak kekurangannya lalu mengapa sibuk mencari kekurangan orang lain? tidak sibuk kembali ke dalam diri kita masing masing? Andai saja kita mau sibuk ke dalam diri kita masing-masing sebagaimana firman Allah SWT :

‎اِقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيْبًا

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (QS. Al-Isra’ ayat 13-14)

Baca kitabmu cukup pada hari ini dirimu sendiri yang menghisabnya, yang mengetahuinya maksudnya ialah peristiwa nanti saat orang di alam mahsyar menerima kitab dari Allah SWT. Namun apabila kitab ini dinyatakan untuk kita pada hari sekarang tentunya kembali ke dalam diri kita masing-masing dimana kita membaca atau muhasabah ke dalam diri kita, sebagaimana hadis :

Berkata ‘Umar bin Al Khoththôb rodhiyallôhu ‘anhu:

‎حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ

“Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal”

Sesungguhnya amat banyak sekali kekurangan diri kita jika kita mau cerdik melihat ke dalam diri. Dengan kita melihat ke dalam diri maka kita akan mudah memaafkan kesalahan orang lain apabila ada orang lain bersalah karena memakluminya bahwa manusia itu tempatnya lupa dan khilaf bahkan banyak sekali manusia melakukan kesalahan. Apabila kita merasa benar sendiri dan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain maka itu tanda ia tidak mau muhasabah ke dalam dirinya. Jika kita kembali ke dalam diri tentu saja kita akan berkata mereka bersalah, kita juga pernah bersalah dan jika kita bersalah terhadap orang lain rasanya ingin mendapatkan maaf orang lain lalu kenapa kita tidak mau memaafkan orang lain saat ia bersalah kepada kita? Apakah kita sudah sempurna sehingga tidak mau memaafkan orang lain karena tidak melihat ke dalam diri bahwa kita pernah melakukan kesalahan terhadap orang lain. Mari kita intropeksi dan mawas diri. Jika kita ingin dimaafkan orang lain maka sebaiknya kita memaafkan kesalahan orang lain. Jika kita punya dosa-dosa rasanya kita sujud dan bersyukur ingin dimaafkan oleh Allah SWT. Allah Yang Maha segalanya termasuk Maha Sempurna, Maha Suci bersih dari segala apapun mau meaafkan segala dosa-dosa hamba-Nya yang bersalah. Namun bagi hamba banyak yang tidak sadar padahal dirinya suka bersalah namun tidak mau memaafkan orang lain. padajal jika ingin me,aafkan orang lain itu untuk keseatan nafsaniahnya/batiniahnya. Jika tidak mau memaafkan kesalahan orang lain maka itu virus dalam hatinya yang akhirnya muncul penyakit huqud yaitu kebencian kepada seseorang yang terpendam dalam dirinya bagai bara api dalam sekam dalam dirinya bahkan dinyatakan seperti api yang ada di dalam hati dan di tutup rapat rapat. Jika ada api di dalam hati maka tidak menutup kemungkinan api itu membakar hati maka hangsulah hati dan yang ada disekitar hati pun ikut terbakar. Jika hati dan sekitarnya terbakar maka apa yag menjadi manfaat dalam dirinya jika pikiran, akal, jiwa sudah terbakar? Oleh karenanya maafkan kesalahan mereka dan ajak mereka ke jalan yang benar dan jika mereka tidak mau maka tinggalkan orang-orang semacam itu. Insya Allah, dengan begitu aman hati, jiwa dan hidup kita.

‎خُذِ الۡعَفۡوَ وَ اۡمُرۡ بِالۡعُرۡفِ وَ اَعۡرِضۡ عَنِ الۡجٰہِلِیۡنَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. Al Araf ayat 199)