KULTUM PENDAR HIKMAH

GHIBAH, MEMBICARAKAN AIB SAUDARANYA

Oleh : CM. Hizboel Wathony
Sabtu, 05 Mei 2018 / 19 Sya'ban 1439 Hijriyah

“Ghibah itu membicarakan aib saudaranya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’. Ghibah itu dosanya lebih besar dari berbuat zina dan juga dalam perumpamaan lain seperti memakan daging bangkai saudaranya. Oleh karena itu, Ghibah sangat dilarang dan haram hukumnya”.  

Anak-anakku semuanya,
Salah satu di antara penyakit-penyakit jiwa/penyakit hati (fahsah) yang juga berbahaya ialah GHIBAH. Ghibah itu membicarakan aib saudaranya atau aib orang lain atau kekurangan orang lain. Ghibah disebutkan di dalam firman Allah SWT dinyatakan bagaikan memakan bangkai saudaranya tetapi di dalam hadis dijelaskan bahwa ghibah itu dosanya lebih besar daripada berbuat zina.

QS. Al Hujarat ayat 12

‎وَلاَ يَغْتِبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَحِيْمٌ

“Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima taubat dan Maha Pengasih”.

Hadis Rasulullah SAW :

‎الْغِيْبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا

Ghibah itu dosanya lebih besar daripada berbuat zina (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

Sebenarnya yang memang harus kita waspadai ialah pada saat kita berkumpul di satu komunitas, berkumpul dengan teman, berkumpul dengan saudara dengan siapaun itu sangat amat mudah sekali membicarakan kekurangan orang lain,membicarakan aib orang lain. Pernah zaman dulu ada seorang sahabat tergopoh-gopoh datang kepada Rasulullah SAW menceritakan kekurangan saudaranya. Rasulullah SAW menegur bahwa itu adalah ghibah. Kemudian sahabat menjawab bahwa berita ini benar ya Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menjawab, kalau benar itu disebut ghibah tetapi kalau bohong itu namanya kedustaan atau kebohongan yang tidak bisa dimaafkan tentunya. Yang lebih menyedihkan lagi ialah ada seorang istri membicarakan tentang kekurangan suami dan sebaliknya seorang suami membicarakan kekurangan istri. Sementara Rasulullah SAW sangat marah terhadap laki-laki yang membicarakan kekurangan istrinya terlebih lagi kekurangan tatkala di ranjang/ ditempat tidur.

Ingat baik baik seorang wanita yang sudah menjadi istri itu disebut pakaian suami begitu pula sebailknya seorang suami menjadi pakaian seorang istri. Lalu bagaimana filsafat tentang pakaian itu? Tentu saja yang namanya pakaian itu ialah menutupi segala kekurangan yang ada pada tubuh kita. Tubuh kita ditutupi pakaian agar cantik, ganteng dan sopan. Jangan membuka pakaian suami/istri di depan umum. Ini sangat amat naif. Begitu juga membuka pakaian keluarga, membuka pakaian saudara, teman sangat tidak baik. Sampai sampai Allah SWT menjelaskan di dalam hadis qudis-Nya :

‎مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ.

“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Barang siapa yang mau menutupi aib saudaranya, menutupi aib keluarganya, menutupi aib suami atau istrinya niscaya ia akan ditutupi aibnya oleh Allah SWT nanti di hari kiamat. Yang dimaksud ditutupi disini berarti orang orang tersebut dosa-doasnya tidak terlihat. Apabila dosa-dosanya tidak terlihat sama saja dosa dosanya diampuni oleh Allalh SWT.

Kata tegasnya ialah orang orang yag mau menutupi aib saudaranya berarti dosanya diampuni oleh Allah SWT karena dosanya telah ditutupi oleh Allah SWT. Renungkan baik baik. Tetapi orang yang membicarakan kekurangan orang lain, membicarakan aib orang lain/keluarga/suami/istri justru dosa-dosa mereka yang dibicarakan itu kembali menjadi dosa-dosa orang yang membicarakannya itu. Dimaksud bahwa dosa-dosa orang yang dibicarakan itu bersih seolah-olah dibersihkan kemudian dosa-dosa itu akhirnya kembali kepada prang yang membicarakan. Sayang sekali ibadah, pengabdian kita kepada Allah SWT. Catatan yang paling sederhana ialah kenapa kita sibuk membicarakan kekurangan orang lain, tidak sibuk membicarakan atau memperhatikan kekurangan yang ada di dalam diri kita? Kita juga manusia biasa yang banyak kekurangan.

QS. Adz Dzariyat ayat 21 :

‎وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?