KULTUM PENDAR HIKMAH

UJUB ALIAS NARSIS

Oleh : CM. Hizboel Wathony
Sabtu, 14 April 2018 / 27 Rajab 1439 Hijriyah

“Ujub alias Narsis adalah salah satu sifat nafsu lawwamah yang disebut pula sebagai nafsu madzmummah (tercela atau fahsya). Tanpa disadari, banyak orang yang kesehariannya berkata dan bertingkah laku ujub. Ini akibat minimnya pengetahuan agama terutama pengetahuan ilmu tauhid dan hakekat”.

Anak-anakku semuanya,
Salah satu dari penyakit hati yang juga berbahaya di dalam diri kita ialah UJUB. Apa itu ujub? Terkadang banyak orang memaknakan ujub itu nyaris disamakan dengan sombong. Padahal ujub itu bukan sombong, ujub itu ajib yakni orang yang keheran-heranan dengan dirinya sendiri tanpa mengembalikan kepada Allah SWT. Mungkin kalau dalam bahasa yang sederhana disebut NARSIS. 

Jadi, ujub itu bisa disebut narsis. Namun narsis bagi orang yang tidak tau tentang ilmu tauhid dan hakekat dimana orang tersebut tidak mengembalikan semuanya kepada Allah SWT. Kita semua adalah manusia yang mendapatkan nikmat dan anugerah dari Allah SWT. Nikmat dan anugerah dari Allah SWT itu berlimpah ke dalam diri kita. Nikmat sehat, nikmat cantik bagi wanita, nikmat gagah bagi laki laki, nikmat harta kekayaan bahkan nikmat kecerdasan pikiran. Kalau kita simpulkan sebenarnya nikmat itu ada dalam diri kita, nikmat dalam bentuk intelektual kita, nikmat dalam bentuk psikologis/kejiwaan kita, nikmat dalam bentuk keagamaan kita yaitu spiritual kita. Namun apabila nikmat nikmat yang sampai ke dalam diri kita tidak dikembalikan kepada SWT dan hanya sebatas ke dalam diri kita itu yang disebut ujub. Jadi, UJUB ialah orang orang yang narsis, merasa dirinya cantik, merasa dirinyaganteng, merasa dirinya pintar dan tidak mengembalikan kepada Allah SWT. 

Terkadang masyarakat tidak sadar disebarkan virus ujub sebagai contoh yang sempat viral di masyarakat ialah kalimat yang sedehana seperti kalimat canda namun sesungguhnya kalimat itu menanamkan ujub seperti saat orang dipuji dan disanjung dengan kalimat “kamu pintar ya, anaknya siapa dulu dong?” itu sebenarnya menanamkan ujub namun masyarakat tidak merasa. Ini yang khawatirkan apabila kita tidak cerdik dan paham tentang ilmu yang sesungguhnya, tentang kajian kajian tauhid. Orang yang baik dan benar dalam menata hidupnya ialah orang yang mampu mengembalikan kepada Allah SWT. Pada saat dipuji ia mengembalikan kepada Allah SWT dengan kalimat “alhamdulillah”. Begitu pula pada saat kita menerima penderitaan, kitapun berlindung kepada Allah SWT karena hakekatnya kita harus mampu mengembalikan kepada Allah SWT dengan baik dan benar agar terlepas dari penyakit ujub yang menghijabi seseorang untuk melihat kebesaran dan anugerah yang berlimpah pada diri seseorang dan pada diri kita utamanya. 

Apabila kita melihat tentang berbagai macam kenikmatan yang ada dalam diri kita kemudian tidak mengembalikan kepada Allah SWT dan hanya pada diri, contoh orang yang usaha dan ikhtiarnya sukses, bisnisnya sukses, lalu dia menyatakan (kesuksesan) ini karena usaha dan ikhtiarku/kepiawaian dalam mengelola bisnis, persis seperti perkataan Qorun pada jaman dulu. Begitu juga orang yang pintar, orang yang sukses dalam menjabat satu jabatan tertentu dimana ia merasa karena perjuangannya yang tiada pernah henti dan banyak lagi. Kalau tidak hati hati dikembalikan kepada Allah SWT akhirnya menjadi penyakit ujub dan kalau sudah menjadi penyakit ujub maka akan membias ke akhlaq, membias ke etika, yang akhirnya orang itu tidak akan peduli dengan penderitaan orang lain dan tidak peduli dengan kehidupan sosial terlebih lagi menolong orang lain/ terlebih lagi membantu orang lain. Susah rasanya untuk menjangkau semacam itu karena sudah terkontaminasi hidup dengan penyakit ujub. 

Semoga kita termasuk golongan orang orang yang terpelihara oleh Allah SWT dari penyakit ujub.