Rangkuman Kajian Jum'at, 30 September 2016


Sabtu , 01 Oktober 2016


Pesantren Akmaliah Salafiah
Kitab Syarah Al-Hikam (Syaikh Ibnu Athoillah)

Suatu tanda bahwa Allah SWT telah menetapkan dirimu pada suatu tempat dan tatkala Allah SWT mendudukan kamu pada suatu tempat dengan mendapatkan hasil dari apa yang telah kamu lakukan itu adalah satu kebijakan anugerah yang telah berlimpah pada diri kalian. Oleh karena itu jangan kalian kemudian ngoyo/ingin sesuatu yang lain yang sebenarnya tidak harus kalian raih. Yang dimaksud pada kajian lalu ialah bahwa siapapun yang telah ditetapkan oleh Allah SWT pada satu ketetapan sebaiknya terima ketetapan itu.

Contoh :
- jika kalian telah menerima pekerjaan disuatu tempat kemudian telah mendapatkan pula limpahan rejeki disitu kemudian kalian tergiur oleh kantor lain karena gaji lebih besar, maka tatkala kalian keluar dari kantor lama dan bekerja pada kantor yang baru akan mendapatkan sesuatu yang kalian hindari karena sikap tersebut sesuai nafsu kalian. Duduklah pada tempat yang telah ditempatkan oleh Allah SWT, itulah yang dinamakan berjalan dibawah kehendak Allah SWT. Berbeda jika kalian dikeluarkan oleh perusahaan itu adalah suatu kehendak Allah SWT dan Allah SWT akan menggantikannya.

Berjalanlah dibawah kehendak Allah SWT. Tanda dibawah kehendak Allah SWT ialah bahwa Allah SWT menempatkan kalian di suatu tempat. Belajar menjadi hamba Allah SWT yang "qona'ah" dengan menerima apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Contoh :
- tatkala diangkat menjadi seorang pemimpin baik secara aklamasi maupun pemilihan berarti Allah SWT hendak menempatkan pada posisi tersebut. Namun jika ngotot menjadi seorang pemimpin padahal ada yang lebih kompenten, ini berarti nafsu.

Seperti pula ketetapan Allah SWT kepada seorang wanita harus "takdzim, taslim" kepada suami. Bagi seorang laki laki, Allah SWT menempatkan agar bertanggung jawab, melindungi, mengayomi seorang istri. Pengabdian utama seorang istri adalah kepada suaminya.

Wanita sebelum menikah pengabdiannya kepada :
1. Allah SWT, Rasul dan Warosatul anbiya
2. Orang tua (lahiriah)

Wanita setelah menikah maka prioritas pengabdiannya adalah :
1. Allah SWT, Rasul dan Warosatul anbiya
2. Suami
3. Orang tua (lahiriah)

Patuhnya seorang istri terhadap suaminya merupakan doa bagi orang tuanya yang telah meninggal sekalipun ia tidak pernah berdoa "Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran"

Apapun yang telah Allah SWT tetapkan untukmu maka terimalah sebagai ketetapan dari Allah SWT, jika meneima berarti "qona'ah" dan sebagai tanda bahwa kalian termasuk orang yang patuh kepada Allah SWT. Jangan sampai hati kalian gelisah, tentramkan hati dengan menerima ketetapn dari Allah SWT. Ketetapan Allah SWT datang melalui ekosistem.

Alkisah :

Ada seorang alim yang selalu bergantung kepada Allah SWT, tatkala sedang dalam banjir bandang ia akan hanyut dan orang ingin menolongnya tetapi ia menolak dengan dalih ia ingin ditolong (langsung oleh) Allah SWT karena Allah SWT Maha Penolong. Tatkala banjir tambah besar akhirnya ia hanyut dan meninggal. Tatkala sampai alam kubur, sebelum ditanya oleh malaikat mungkar nangkir, ia pun bertanya mengapa kalian datang kepadaku? Saya ini hamba Allah SWT dan saya tidak pernah meminta pertolongan selain pada Allah SWT, tetapi kenapa saat ada musibah Allah SWT tidak mendatangkan pertolongan-Nya? Padahal saya selalu beribadah kepada Allah SWT. Malaikat langsung menjawab : apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah SWT telah datang kepadamu melalui orang yang akan menolongmu namun kamu tidak mau karena hakekatnya orang itu adalah Allah SWT.

Pertolongan Allah SWT akan datang namun tidak bisa dibayangkan dalam bentuk imajinasi manusia karena pertolongan Allah SWT akan datang sesuai ekosistem kehidupan. Banyak orang yang kelihatannya menuju kepada Allah SWT padahal meninggalkan Allah SWT atau menjauhi nafsu padahal mendekati nafsu karena kekeliruan salikin salah memahami ilmunya.

Contoh :
- seorang laki laki yang meninggalkan tanggung jawab pada keluarganya dengan alasan ingin menuju kepada Allah SWT. (Terkesan menuju kepada Allah padahal meninggalkan Allah SWT)

Orang yang "istiqomah" akan mendapatkan hasilnya. Oleh karenanya "al istiqomatu khoirun min alfi karomah" atau istiqomah lebih baik daripada seribu karomah. Istiqomah merupakan anugerah yang istimewa karena terus menurus tanpa ada rasa bosan dan malas. Orang yang istiqomah ialah orang yang didasari oleh cinta. Jika mengerjakan sesuatu atas dasar cinta maka tidak ada kata bosan dan malas. Makanan ruhaniah ialah ibadah, minumannya ialah ilmu, pakaiannya ialah syuhud dan musyahadah. Jika mengetahui itu semua maka semua adalah kebutuhan.

Siapa saja yang intropeksi dirinya maka ia akan diam jika berbuat salah. Dan siapa saja yang memperhatikan tentang kebaikan Allah SWT kepada dirinya maka ia tidak akan diambil tentang berbuat salah itu. Maksudnya ialah siapapun yang memberikan nasihat tentang kebaikan-kebaikan dengan pengertian karena ia merasa sudah baik maka bila suatu saat ia tergelincir dalam dosa maka akan merasa malu/ tidak bisa memberikan nasihat lagi kepada orang lain. Berbeda dengan orang yang memberikan nasihat kepada orang lain yang semata mata atas anugerah Allah SWT maka ia tidak akan merasa malu apabila tergelincir dalam dosanya karena ia merasa yang membuat kebaikan itu hanya Allah SWT semata bukan "aku". Siapapun yang intropeksi ke dalam diri kemudian ia kembali ke dalam nasehat-nasehatnya dan juga ia memberikan nasehat kepada orang lain apa saja yang ia berikan merasa bahwa diri itulah yang sampai maka ia akan merasa malu saat ia mempunyai salah. Berbeda dengan orang yang hawalah, bahwa pada saat mengalirnya nasehat itu sebagai anugerah dari Allah SWT maka ia tidak akan merasa malu saat bersalah karena hakekatnya yang memberikan nasehat adalah Allah SWT.

Contoh :
- Jika kalian memberikan ilmu, maka berikan ilmu dengan cara hidup bukan mati.
- Jika ingin memberikan sesuatu kepada orang lain hendaklah apa yang telah kalian rasakan/nikmati jangan yang belum kalian rasakan, setelah itu mengkalin bahwa itu dari kalian.

QS. As-Shaff: 2-3

‎يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

Jika belajar ilmu tauhid dari buku atau ulama yang tidak syuhud sama saja belajar dengan mayat karena ia merasa ia yang memberi ilmu. Carilah seorang Mursyid, karena wajib hukumnya :

Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami;

 “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203

Tanda seorang Mursyid adalah ia tidak pernah mengkafirkan orang, menolak orang lain, penyayang, menghadik karena kesalahan orang lain seperti halnya sifat sifat Rasulullah SAW.

Abu Yazid Al Busthami berkata:
“Kalian mengambil ilmu dari orang-orang yang mati. Sedang kami mengambil ilmu dari Allah yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Orang seperti kami berkata: “Hatiku telah menceritakan kepadaku dari Rabbku”. (Al Mizan: 1/28)

Fatwa Abu Yazid al Bustomi :

أَخَذْتُمْ عِلْـمَكُمْ مِنْ عُلَمَاءِ السُّطُوْرِ مَيْتًا عَنْ مَّيِّتٍ وَأَخَذْنَا عِـلْـمَنَا عَنِ الْحَيِّ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ

“Kalian mengambil ilmu dari Ulama baca tulis (laksana) orang mati belajar dari orang yang mati. Sedang kami mengambil ilmu dari Allah yang Maha Hidup dan tidak akan mati.

Kalian pun saat menerima ilmu ini dalam kondisi mati karena tidak syuhud namun kematian kalian terkubur karena yang memberikan ilmu itu hidup. Yang utama adalah yang memberikan harus hidup. Inilah yang diisyaratkan oleh mualif, jika ingin memberikan apapun coba kembalikan kepada Allah SWT maksudnya ialah serahkan semua kepada Allah SWT. Jangan sampai mengklaim aku yang bisa dan mampu karena akan menjadikan malapetaka bagi dirinya sendiri. Bersyukurlah bagi orang yang dipertemukan dengan Mursyid yang hidup, tidak mati. Bersyukurlah karena di dalam QS. Al Kahfi : 17 dikatakan :

‎وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا

Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

Dan carilah wasilah sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Maidah : 35

‎يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Wasilah menuju kepada Allah SWT yang utama bagi seorang pejalan yaitu Mursyid sebagaimana syarat menuju kepada Allah SWT :
1. Bekal ialah taqwa
2. Senjata ialah dzikir
3. Kendaraan ialah himmah/tekad yang tinggi yang tidak pernah padam
4. Mursyid
5. Saudara seperjalanan
Kelimanya harus ada. Mursyid itu sebagai pembimbing seperti halnya Rasulullah SAW dibimbing langsung oleh malaikat jibroil untuk sampai kepada Allah SWT.

Tawasul tidak hanya orang yang membaca al fatihah, tetapi rangkaian dimana kalian akan sampai kepada Allah SWT atau siapa yang akan menjadi pembimbing kalian. Mengapa kita bershalawat untuk Rasul padahal Rasul tidak membutuhkannya? Karena jika bershalawat akan mendapatkan efek dari membacanya.


Dirangkum oleh : Himmah Hizboel